#Cerpenku.. Hasil Konversi Teks "Meraih Impian"


Meraih Impian

Nanda, anak sulung dari lima bersaudara. Matanya bulat seperti buah leci, bibirnya mungil, dan rambutnya bergelombang ombak. Manis. Akan tetapi, wajah manisnya tak seperti dengan pelik kehidupannya.  Akan ku ceritakan padamu tentang perjuangan kerasnya meraih kesuksesan.
***
Semburat cahaya merah menerpa di keramaian petang. Kawanan burung membentuk gugusan berbentuk huruf V. Angin membelai dengan mesra. Pepohonan saling memandang dan memberikan seikat kebahagiaan agung kepada-Nya. Di sela-sela rimbun semak belukar, serdadu semut hitam segera beranjak menuju tempat koloni di bawah tanah.
Kala itu, Nanda sedang termenung sendirian. Mata air bening menelusuri kedua pipinya. Matanya tampak sembab. Ia masih memikirkan masa depannya nanti. Tentang kuliah.
“Nda. Ada apa, Nak?”
Ayahnya telah dibelakang punggung Nanda. Segera dihapus air yang nampak berkilauan seperti berlian di pipinya. Nanda berbalik arah dan mentap sayu kedua mata ayahnya.
“Tak ada apa-apa, Yah.”
Nanda berbohong. Ia tak mau menambah pikiran ayahnya. Nanda tahu ayahnya lelah setelah hampir seharian bekerja sebagai PNS, terlibat di dunia jurnalistik, dan organisasi. Itulah rutinitas ayahnya. Selalu, hampir setiap hari.
“Yakinlah, kamu pasti bisa, Nak!”, tutup ayahnya dengan menepuk bahu Nanda.
“Terima kasih, Yah.”, balas Nanda dengan tersenyum.
Hari-hari berlalu dengan pasti. Tibalah hari pengumuman kelulusan untuk tahun ini. jantung Nanda cukup berdebar menanti kabar kelulusannya.
“Kamu lulus, Nak. NEMmu tertinggi di sekolah.”, kata ayah Nanda singkat.
Nanda sujud syukur kepada Tuhan. tak lupa lafadz “Alhamdulillah” terucap di bibirnya. Perjuangannya selama tiga tahun di bangku SMA membuahkan hasil. Targetnya dapat tercapai.
“Aku harus mengatakan ini pada bunda.”
Petang berganti malam. Adzan ‘Isya telah berkumandang. Selepas sholat berjama’ah, Nanda membantu Bunda untuk menyiapkan makan malam. Teringat dalam benaknya untuk mengutarakan mimpi yang terpendam di diri Nanda.
“Bun, Nanda ingin sekali masuk fakultas kedokteran di UGM.”
“Bunda tahu, Nak. Tetapi, kita tak cukup uang untuk kamu masuk ke Fakultas Kedokteran. Sabar ya, Nak!”
Tangis Nanda pecah. Keinginannya untuk masuk Fakultas Kedokteran pupus sudah. Nanda langsung berlari ke kamar. Semalaman air mata mengucur dan menelusuri rona pipinya. Sampai tak sadar, Nanda tertidur.
***



Pagi yang cerah, kabut adveksi masih menyelimuti dedaunan hijau di sekitar rumah Nanda. Tidak hanya dedaunan kawan, sawah yang mulai menguning pun turut diselimuti oleh kabut. Awan nimbus sepertinya tak ingin menganggu kedamaian pagi. Burung langit saling bersahutan. Entah apa yang mereka ucapkan. Aku tak mengerti. Mari aku lanjutkan cerita ini padamu.
Nanda terbangun oleh pancaran sinar matahari yang menelisik di sela-sela jendela rumahnya. Mata Nanda tampak menggantung penuh akibat menangis semalaman. Rambutnya tergerai berantakan. Ia sadar akan sesuatu.
“Astagfirullah, aku belum sholat subuh. Mana udah telat.”
Waktu telah menunjukkan pukul 07.00. Nanda bergegas untuk mandi. Tak sampai 20 menit, ia selesai mandi. Seperti biasa dirutinitas hari Minggu, Nanda membantu ibunya untuk berbelanja ke pasar.
“Bun, hari ini belanja kan? Maafkan Nanda, Bun. Semalam Nanda tanpa permisi langsung berlari ke kamar”
“Iya, Nak. Tak apa-apa. Bunda tahu perasaanmu. Allah pasti memberikan sesuatu yang lebih. Yakinlah, kamu pasti bisa, Nak.”
“Terima Kasih, Bunda.”
Bunda mengecup kening Nanda sekitar 5 detik. Setelah menerima daftar dan uang belanja, Nanda pamit pada bunda. Ia menggunakan sepeda untuk pergi ke pasar. Di pasar tak sengaja Nanda bertemu dengan Rina, salah satu teman OSIS Nanda di SMA.
“Rina.”
                “Halo, Nda. Ciee yang jadi juara satu, selamat yaa!”
“Makasih. By the way, kamu ngelanjut ke mana?”
“Aku ke STPDN, Nda. Moga-moga aja ketrima. Hehe, di sana kan juga gratis plus diberi sangu lagi dari pemerintah.”
“Gratis? Kok enak banget.”
Rina membalas dengan anggukan. Terbesit di pikiran Nanda untuk masuk ke STPDN. Tak membebankan orang tua, pikirnya.
“Nda, aku balik dulu, ya! Masih ada urusan lain. Assalamu’alaikum.”
“Oke, hati-hati. Wa’alaikumsalam.”
Sampai di rumah, Nanda segera mengutarakan idenya kepada bunda. Nanda yakin bisa masuk ke STPDN, mengingat rata-rata raportnya juga lebih dari 8. Timbul berbagai khayalan di benaknya, jika dia benar-benar bisa masuk ke STPDN.
“Bunda, Nanda coba masuk ke STPDN ya?”
“STPDN? Susah lho, Nak untuk masuk ke STPDN. Saingannya pasti banyak.”
“Nanda yakin bisa masuk, Bun. Rata-rata raport Nanda juga lebih dari 8.”
“Memang kamu udah tau persyaratannya, Nda?”
Nanda menggeleng. Ia memang belum tahu persis untuk masuk ke STPDN. Yang Nanda tahu, biasanya persyaratan untuk masuk perguruan tinggi juga diperlukan nilai rata-rata raport SMA.
“Nanti, aku tanya dengan temanku, Bun.”



Dua hari setelah percakapan itu, Nanda bertanya kepada temannya. Tangis Nanda kembali pecah setelah mengetahui salah satu persyaratan untuk masuk STPDN-tinggi badan minimal 155 cm. Sedangkan, tinggi badan Nanda hanya kurang 2 cm dari persyaratan tersebut. Lagi-lagi, ayah dan bundanya memberi dukungan kepada Nanda.
“Yakinlah kamu pasti bisa, Nak.”
Nanda bangkit. Ia  memutuskan untuk membantu  bunda menjaga warung dan tidak melanjutkan kuliah. Sambil menjaga warung, sedikit demi sedikit Nanda belajar dari ketegaran bundanya dalam menghadapi kesulitan hidup. Sering bunda tidur larut karena harus menyambung potongan perca menjadi sebuah bed cover untuk dijual.
“Sudah larut malam, Bunda. Bunda juga harus istirahat, jangan terlalu diforsir.”, ujar Nanda.
Bunda Nanda menggeleng dan tersenyum. Tiap minggu, Nanda menitipkan bed cover itu di sebuah toko swalayan. Lumayan untuk menambah penghasilan.
Tiada pernah putus doa Nanda kepada Sang Khalik agar bunda senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Hingga salah satu doa Nanda terkabul, ayahnya memutuskan untuk berhenti bekerja dan berorganisasi. Ayah Nanda mulai melirik dunia usaha. Sebagai langkah awal, ayah melahap buku-buku sederet profil pengusaha sukses, seperti sebut saja Bob Sadino, Bill Gates, Steve Jobs, Richard Branson, Donald Trump, dan Elang Gumilang.
“Tumben ayah membaca buku seperti ini?”, tanya Nanda suatu hari.
“Ayah melirik dunia usaha, Nak. Siapa tahu kita dapat mengambil peluang dari usaha.”
Ayah Nanda benar. Benih pohon bisnis mulai tumbuh pesat pula dalam diri Nanda, terlebih setelah Nanda menyerap isi beberapa buku yang menyampaikan motivasi. Timbul di dalam benak Nanda, dirinya akan menjadi seorang pengusaha sukses.
Setahun kemudian, Nanda diterima di jurusan bahasa Inggris. Nanda menekuni kuliahnya dengan sepenuh hati. Kendala finansial mendorong Nanda untuk merambah dunia kerja di samping kuliah. Suatu hari, Kak Ica, saudara sepupunya datang.
“Nanda, di sebelah toko Bunda ada kios yang dijual. Bagaimana kalau kita patungan untuk membeli kios itu, lalu kita jual pakaian disana?” Ajak Kak Ica.
“Ide yang bagus, Kak.”, jawab Nanda bersemangat.
Nanda dan Kak Ica mulai berbisnis pakaian. Penghasilan  saat mereka mulai berbisnis pakaian belum seberapa. Nanda tak putus asa mengingat keinginan dan kata-kata ayahnya, “Nanda, kamu pasti bisa!”. Lewat teman-temannya, Nanda mempromosikan bisnis pakaiannya dengan Kak Ica. Tak disangka, usaha tersebut menuai hasil yang gemilang.
“Wah, ternyata Nanda sudah meraup banyak untung nih.”
Nanda hanya tersenyum. Di dalam hatinya, terucap syukur kepada Tuhan. Seiring waktu, jaringan bisnis Nanda meluas. Padatnya jadwal ceramah ayah sebagai motivator mendorong Nanda untuk membantunya. Nanda pun berkiprah dalam dunia event organizer. Lagi-lagi, bisnis ini menuai hasil yang gemilang. Karena jaringan konsumen yang semakin luas, Nanda mebuka peluang untuk berkiprah di bidang lain.
“Kamu mau usaha penjualan tiket, Nak?”, tanya ayahnya suatu hari.
Nanda melakoni usaha penjualan tiket pesawat hingga membuahkan beberapa kantor cabang di berbagai kota di negeri ini. Meski sibuk berbisnis, Nanda berhasil mempertahankan prestasi akademisnya dengan hasil yang memukau.
***
“Selamat, Nak. Kamu berhasil menjadi pengusaha muda yang sukses. Tak sia-sia ayah dan bunda mendoakanmu.”, kata ayahnya di suatu senja.
Kesuksesannya Nanda tidak membuat dirinya angkuh, terutama di hadapan Tuhan. Hanya karena ridha-Nya, Nanda dapat meraih semuanya. Bimbingan dan motivasi orang tua turut membuat Nanda  tegar dalam berbagai kesulitan. Ia  menceritakan kisah ini kepadaku, Kawan. Semoga kau dapat memetik pelajarannya. J




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Percobaan Reaksi Pendesakan Logam (Kimia)

Ayat-Ayat (Tugas Agama)

Pengertian Strategi Belajar